“ini om, grup BB yang di Bekasi” kata seorang keponakan sambil menunjukkan BBnya. Komuter hanya melihat sebentar. Tidak mengerti. Komuter tidak pernah pakai BB. Selain mahal, juga tidak memiliki kepentingan. Cukup pakai nokia jaman baheula. Yang penting bisa sms bisa telpon.
Percakapan di atas terjadi saat keponakan datang berkunjung untuk mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya mertua yang biasa disapa ‘mbah uti’.
Mbah uti meninggal di usia yang ke 63 tahun. Macam-macam penyakit yang mendera tubuh rentanya. Bahkan dokter tidak bisa memberikan diagnosa atas penyakit saat kami meminta penjelasan. Mungkin dokter mengerti bahwa secara medis, mbah uti hanya tinggal menunggu waktu, namun tidak bisa berterus terang kepada kami para ahli waris.
Tepat tanggal 18 maret 2010. Mbah uti menghembuskan nafas terakhir. Lepas sehari tepat di tanggal pernikahan komuter dan putri kesayangannya 17 maret 2010. Sepuluh tahun yang lalu di tanggal tersebut, komuter dan kekasih hati bersanding di pelaminan sebagai raja dan ratu sehari.
Perjalanan mengantar jenazah dari mesjid setelah dishalatkan menuju pemakaman adalah perjalanan panjang yang singkat. Iring-iringan kendaraan dapat melaju tanpa harus terhambat oleh rambu lalu lintas. Pun demikian, ada saja pengguna jalan lain yang tidak memberi jalan. Sehingga iring-iringan terpaksa berhenti di suatu tempat karena tidak dapat lewat. Seperti di suatu tikungan seseorang berhenti tepat ditikungan. Walaupun menyebabkan kemaceten terutama menahan iring-iringan pengantar jenazah, supir mobil tersebut bergeming tidak menjalankan kendaraannya. Terpaksa iring-iringan berjalan di jalur kanan yang berlawanan arah. Itupun tersendat-sendat karena sempitnya jalan dan kendaraan dari arah berlawanan.
Perjalanan mengantar jenazah adalah perjalanan penuh dilemma. Di satu sisi, jenazah harus diantar tanpa berhenti. Apapun kondisi jalan, mobil pengantar jenazah tidak boleh berhenti. Di sisi lain, para pengguna jalan lainpun butuh jalan. Terjadilah konflik kepentingan. Entah bagaimana memecahkan masalah ini. Setiap orang merasa paling berhak menggunakan jalan.
Komuter pernah berkendara menggunakan roda dua berboncengan dengan kakak perempuan dan keponakan perempuan. Kondisi jalan yang kami lewati relatif sepi, karena walau termasuk jalan utama, jalan yang sedang kami lalui terletak di pinggir kota kecil. Tepatnya kota Depok arah menuju Pondok Rajeg.
Jalan yang besar dan sepi seharusnya menjadi dambaan setiap orang yang sedang mengantar jenazah. Tapi ketamakan manusia akan kekuasaan tak pernah terpuaskan. Kami berpapasan dengan para pengantar jenazah dari arah berlawanan. Lebar jalan + 4 meter terbagi dua seharusnya cukup bagi iring-iringan jenazah. Tapi tidak bagi para anak muda pengantar jenazah. Komuter yang berkendara di pinggir jalan di arah berlawanan disabet menggunakan kayu berbendera kuning. Entah apa yang ada dalam benak mereka. Tapi yang pasti komuter tidak terima dan menghentikan mereka. Sempat terjadi cekcok yang untungnya tidak berujung pada pengeroyokan. Komuter dikelilingi mereka dengan wajah beringas. Argument mereka adalah kami harus menghormati orang yang meninggal dan tidak menghambat perjalanan mereka. Yang jadi pertanyaan adalah ‘apanya yang menghambat?’ padahal seyogyanya mereka bisa menghormati hak orang yang masih hidup. Dengan lebar jalan 4 meter, dalam kondisi sepi, apakah tepat menganggap pengendara lain terutama yang berlawanan arah, menghambat perjalanan mereka.
Komuter berharap, apapun kondisinya, marilah saling menghargai hak para pengguna jalan lainnya. Lihatlah apakah kita menghambat perjalanan orang lain atau orang lain menghambat perjalanan kita. Jangan mentang-mentang memiliki mobil, kemudian bisa berhenti seenaknya atau mentang-mentang berjalan beriringan berramai-ramai, maka pengguna jalan lain dianggap sebagai penghalang.
setuju! terutama lagi hargai pejalan kaki
btw, lagian bukannya yang udah meninggal itu punya lebih banyak waktu ketimbang yang masih hidup ya?
(maaf) izin mengamankan KEDUA dulu. Boleh kan?!
Setuju, Bro. Kecuali jika jalan tersebut sempit dan mengganggu perjalanan rombongan pengantar jenazah
nah….gitu dong seharusnya….
Wah, jalanan memang menawarkan cerita yang hampir sama di mana-mana. Mau menang sendiri, trus jadi semrawut, akhirnya macet.
Jangankan konvoi partai politik waktu kampanye, ternyata rombongan pengantar jenazah pun brutal banget seperti yang anda bilang di atas.
Saya ikut berduka cita untuk meninggalnya Mbah Uti. Semoga mendapat tempat yang layak sesuai dengan amal perbuatannya di dunia.
Saya turut berbela sungkawa atas meninggalnya Mbah Uti. Semoga ia damai bersamaNya
Tertib lalu lintas itu perlu demi kelancaran kita bersama
kdg2 memang suka kesal kalo ada pengguna jalan yg seenaknya seperti itu, mas..
pdhl jalan kan fasilitas umum yg digunakan utk kepentingan kita bersama ya…
anw, turut berduka cita atas meninggalnya mbah uti ya, mas…
semoga mbah uti dpt beristirahat dg tenang di sisi-Nya…. 🙂
yupz
sebagai pengguna jalan harus saling menghargai dan menghormati
karena utk kpntingan bersama
berkunjung dan ditunggu kunjungan baliknya
salam blogger
maksih
😀
Wah asik nih ajakan yang positif
Salam hangat dan Sukses selalu buat Komuter 😛
pertama ikut berduka cita atas meninggalnya Mbah Uti, kedua ya hal ini sering terjadi di jalan raya, kita sudah berhati-hati, sudah pas dikiri dari arah lain ada saja yang nyosor pingin cepat dan hampir nyenggol kita, repot, repot
setuju pak 😀
sebenarnya tidak masalah dia mau mengambil ruas jalan selebar apapaun..
tp kan tidak harus disabet dengan kayu kuning..
cukup maen lampu atau klakson kan sudah beres…
Turut berduka cita atas kepergian Mbah Uti
Intinya adalah saling menghargai
dan isi hati dengan kasih sayang terhadap sesama
Mudah2an ini jadi masukan berharga untuk kita semua
jadi kayak polisi kalo nganter jenazah pake motor, bisa ngehalagin mobil banyak!
wekekekekekek!
setuju… bener banged.. akhirnya diharapkan pada masing2 agar lebih saling menghargai ketibang harus masing2 merasa paling berhak 😦
Sebelumnya saya sekeluarga turut berbelansungkawa ya Om..
Bener om, kita harus bisa saling menghormati hak masing2.. Menghormati yang masih hidup lebih baik dibanding pada yg sudah meninggal..
andai semua pengendara sebijak engkau 🙂
hmm..kalo udah kaya gini ibarat buah simalakama maju kena mundur jatoh 😳 yapzz..sebijak-bijaknya keputusan kita, alangkah baiknya JIKA kita mengalah untuk waras Sob karena tak semuanya bisa berpikir seperti dikau 😀
salam hangat
🙄 walahhh..komengku di seret si aki ismet lagih 😥
Kadang pengendara motor pengiring jenazah tidak mematuhi peraturan berlalu-lintas, tidak berhelm.
komenku barusan kok ilang, ditangkap pak satpam ya
aku heran liat pengguna jalan yang ga sabaran padahal kalo mereka patuh dan saling memberi space gak akan jadi macet dan gak jadi lama ya gak kang?
ikut berbela sungkawa atas wafatnya mbah uti, mas pengendara. semoga dilapangkan jalan menuju ke haribaan-Nya, diampuni segala dosanya, dan diberikan tempat terbaik di sisi-Nya, amiin. ttg penggunaan jalan, seharusnya ada tolerani para pemakai jalan utk memberikan kesempatan kepada jenazah utk melaju ke tempat peristirahatan terakhir. kan ndak setiap hari terjadi.
Kalo ada iring2an jenazah, mungkin memang sebaiknya berhenti sejenak atau paling tidak memperlambat laju kendaraan. Tapi jangan sampai mencelakai pemakai jalan yang lain lah… 🙂
kalau rame2 lebih berani yah? sama, di tempat saya beberapa hari yang lalu begitu, jalan dialihakan, bener sih, tapi pengendara motor boleh lewat, eh pas lewat, mereka yg berduka memasang wajah seperti memusuhi, padahal itu jalan umum, yah, daripada niat ternodai, biarkan saja.
Pertama-tama turut berduka cita atas meninggalnya mbah Uti.
Kedua, kalau pengendara motor (dan mobil juga kali) sudah bergerombol ya begitulah, entah dalam event apapun, pasti berpotensi untuk menganggap bahwa jalan adalah milik nenek moyangnya. Apalagi dulu, bobotoh persib, wah harus rela ngalah deh, yang kasihan kalau pengemudinya wanita sering ketakutan dibuatnya….
Bener, jangan mentang2 kaum berpunya jadi sombong di jalan. 😦
nyenggol dikit aja langsung emosi padahal lecet ngak. seolah-olah jalan umum cuma milik dia doang dan yang lain cuma numpang lewat
kuncinya memang saling menghargai, menghormati dan saling pengertian aja seh…
jgn menjadi pengguna jalan yg arogan seperti iringan pejabat lewat…sepertinya mereka yg memiliki jalanan di negeri ini…yg bayar pajak kan kita
salam, ^_^
Bener kang, kadang kalo seseorang dalam kondisi mendesak, malah maksa supaya orang lain ngertiin kondisi dia, padahal kondisi kita kan beda2 ya kang..
JALAN PUN MEMANG HARUS BERBAGI DEMI KEPENTINGAN BERSAMA DAN UNTUK MENGHORMATI HAK-HAK ORANG-ORANG BAIK YANG MASIH HIDUP MAUPUN YANG SUDAH MATI. SABAR MAS. SAYA TURUT BERDUKA CITA.
JALAN PUN MEMANG HARUS BERBAGI DEMI KEPENTINGAN BERSAMA DAN UNTUK MENGHORMATI HAK-HAK ORANG LAIN BAIK YANG MASIH HIDUP MAUPUN YANG SUDAH MATI. SABAR MAS. SAYA TURUT BERDUKA CITA.
semakin lama manusia semakin egois.. lupa akan sikap tepo sliro, saling menghargai… semoga kita semua dijauhkan dari sikap2 tersebut… amiin